A. Definisi
1. Upload
Secara etimologi upload adalah memindahkan data ke
sistem komputer yang lebih besar dari yang lebih kecil.[1]
Upload adalah kegiatan mengirim data ke
sistem yang terpisah seperti server atau sistem lainya sehingga sistem tersebut
dapat menyimpan duplikat dari data tadi.[2]
2. Hoax
Secara etimologi, kata ‘hoax’
pertama kali diucapkan pada akhir abad ke 18 sebagai sebuah singkatan dari kata
kerja ‘Hocus’ yang artinya ‘curang’, ‘membebani pada’, atau ‘seringnya
membut bingung dengan minuman keras yang dibius’.[3]
‘Hocus’ adalah
kependekan dari mantra magis hocus pocus’[4].
Yang mana asalnya diperdebatkan.[5]
Adapun secara terminologi, Hoax adalah
sebuah kebohongan yang dibuat-buat dengan sengaja untuk berpura menjadi sebuah
kebenaran. Hal ini dapat dibedakan dari kesalahan dalam penelitian dan opini.[6]
B. Sejarah munculnya berita hoax
Salah satu berita hoax yang
terkenal pertama kali adalah sesosok hantu penabuh drum yang bergentayangan
di salah satu rumah di daerah Tedworth,
pada tahun 1661, Wiltshire di Inggris.[7]
Menurut Museum of Hoaxing “Kejadian hantu penabuh drum di salah satu
rumah di daerah Tedworth langsung menjadi berita yang sangat terkenal hampir di
seluruh negara Inggris. Kemasyhurannya disebabkan oleh Joseph Glanvill, ia
mengumpulkan banyak saksi mata dari aktivitas makhluk halus itu, merekam suara
ribut yang ia dengar, sampai akhirnya hal itu diyakini keberadaaannya.”
Akan tetapi pada akhirnya, raja
Inggris ketika itu mengirim beberapa orang ke rumah keluarga Mompeson penghuni
rumah tersebut untuk melakukan investigasi dan menyatakan bahwa tidak ada
aktivitas kejahatan roh alias hoas dan cerita tersebut akhirnya hanya
sebuah lagenda semata.
Cerita di atas merupakan cerita
narasi yang biasa digunakan untuk memparkan bagaimana hoax pada umumnya,
yaitu sebuah dakwaan, sebuah investigasi lanjutan oleh seseorang dengan
pengetahuan mistiknya, sebuah publikasi lanjutan temuan mereka (biasanya untuk profit
atau keuntungan), ketertarikan public, dan kemudian kegengsian orang-orang KEPO
serta investigator dari luar yang memecahkan structure psikologi hoax.[8]
C. Dasar hukum
1. Dari
Al-qur’an:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا
قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِين
“Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS.
Al-Hujurat: 6)
لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ
الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي
الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا
قَلِيلًا
"Jika orang-orang munafik,
orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan
kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami
perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi
tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar." (QS.
Al-Ahzab: 60)
2. Dari Sunnah
Dari Al-Mughiroh bin Syu’bah Radhiallahu’anhu,
Rosulallah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ
لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sesungguhnya Allah membenci 3 hal untuk
kalian: [1] menyebarkan berita burung (katanya-katanya); [2] menyia-nyiakan
harta; dan [3] banyak bertanya.” (HR. Bukhari)[9]
D. Ciri-ciri berita hoax
Agar kita tidak tertipu dengan
berita-berita hoax yang ada di sosial media, yang dikhawatirkan kita
terbawa arus hingga turut andil menyebarkan atau meng-copy paste kemudian meng-uploadnya,
sebaiknya kita perlu mengetahui ciri-ciri berita hoax. Sebelumnya perlu
diketahui, biasanya hoax dapat berupa uraian tulisan, foto ataupun
gambar yang disertai uraian di bawahnya. Diantara ciri-ciri berita hoax
adalah:
Salah satu ciri utama hoax
yang berupa uraian tulisan yaitu kata-katanya semua sama di semua situs apabila
dicari di google, alias hanya copy paste dari situs satu kesitus
lainnya, dan ketahuilah, apabila memang berita tersebut besar tidak mungkin
hanya ada satu penulis yang menulisnya. Selain itu semua hoax sumbernya
tidak jelas dan isinya terkesan mengada-ngada (dibesar-besarkan) dan beritanya
tidak jelas . biasanya pelaku hoax mencantumkan kalimat-kalimat dibawah
ini:
a. Ada kalimat “Sebarkan ke teman-teman anda juga ya!...”.
Ciri khas hoax adalah meminta
penerima menyebarkan ke penerima sebanyak mungkin.
b. Ada kalimat “Sudah banyak yang tertipu”. Kalimat ini
bertujuan untuk meyakinkan penerimanya
untuk segera mengirimkan hoax tersebut. Padahal pada hakekatnya,
yang tertipu adalah yang menyebarkannya.
c. Ada kalimat “Tadi juga ada beritanya di TV one 4:20 PM”.
Kalimat ini meminjam nama tenar media tertentu, demi menyakinkan korbannya akan
semakin percaya.
d. Menggunakan berita yang sedang booming (tenar)
lalu diubah agar tekesan luar biasa atau menarik untuk dibaca. Contoh: “Tsunami
telah membuat fossil raksasa muncul ”
Sama sepeti hoax pada uraian
tulisan, ciri utama foto hoax yaitu, foto tersebut hanya diambil pada satu sudut pandang. Ciri foto hoax biasanya,
apabila dicari di google maka hanya akan menemukan gambar yang sama, yang
dipotret pada sudut yang sama, yang pada hakekatnya foto tersebut aslinya hanya
ada satu saja.
Sebagian besar foto hoax
telah dimodofikasi menggunakan photoshop agar tampak menyakinkan. Selain itu
foto hoax biasanya memanfaatkan nama tempat, agama, suku, kelompok,
symbol, perusahaan ataupun nama negara tertentu agar lebih menyakinkan.
Beberapa foto hoax adalah foto yang tidak sengaja diambil pada sudut
pandang tertentu sehingga membuat objek foto tersebut berbentuk menyerupai
objek lain. Selain itu ada juga foto-foto yang diburamkan atau seakan-akan diambil
dari jarak jauh sehingga tampak tidak jelas. Biasanya foto-foto yang diburamkan
adalah foto-foto hewan cryptologi atau foto-foto mistis.
E. Dampak negatif mengupload berita hoax
Menyebarkan berita hoax atau
meng-uploadnya merupakan hal yang telah menjamur di kalangan masyarakat
kita. Padahal, sebagaimana yang kita tahu dalam agama Islam, Allah telah
memberikan rambu-rambu yang jelas dalam menyebarkan sebuah berita. Sehingga hal
ini menunjukkan bahwa terdapat dampak negatif ketika seseorang menyebarkan
berita bohong atau hoax.
Diantara dampak negatif hoax
adalah:
1. Saling mengolok-olok
Dengan tersebarnya berita yang belum
jelas kepastiannya, dapat mengakibatkan terjadinya saling mengolok-olok atau
mencaci maki, Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً
مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا
تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Allah Ta’ala melarang mengolok-olok
orang lain, yakni mencela dan menghinakan mereka, sebagaimana yang ditegaskan dalam
hadits shohih, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اَلكِبْرُ بَطًرُ الحَقِّ وَ غَمْطُ
النَّاِس
“Kesombongan itu
adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR.
Muslim)[12]
Yang dimaksud dengan hal tersebut
adalah menghianatkan dan merendahkan seseorang. Hal itu sudah jelas haram.[13]
Karena terkadang orang yang dihina itu lebih terhormat di sisi Allah Ta’ala dan
bahkan lebih dicintai-Nya dari pada orang yang menghinakan.
2. Saling ghibah (Bergunjing)
Dampak negatif yang dapat
ditimbulkan oleh berita hoax adanya saling ghibah (menggunjing atau
menceritakan orang lain). Hal ini disebabkan beredarnya berita mengenai
seseorang yang belum jelas kebenarannya dan akhirnya menjadi bahan gunjingan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Allah Ta’ala melarang
hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak prasangka, yaitu melakukan tuduhan dan
pengkhianatan terhadap keluarga dan kaum kerabat serta umat manusia secara
kesuluruhan yang tidak pada tempatnya, karena sebagian dari perasangka itu
murni menjadi perbuatan dosa.[14]
Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah mengingatkan kita
akan pedihnya siksaan orang yang suka menggunjing semasa hidupnya, beliau
bersabda,
لَمَّا عُرِجَ بِي
مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ
وَصُدُورَهُمْ ، فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيلُ ، قَالَ : هَؤُلاَءِ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
“Ketika aku dinaikkan ke langit, aku
melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai
(mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya:
"Siapakah mereka ya Jibril?" Jibril berkata: "Mereka adalah
orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan mereka mencela
kehormatan-kehormatan manusia." (HR. Abu Dawud)[15]
Hadits di atas menjelaskan akan dahsyatnya adzab bagi seorang
yang menggunjing saudaranya, maka ketika hari kiamat, kelak ia akan di masukkan
ke dalam neraka, kamudian ia akan mencakar-cakar wajahnya sendiri dengan
kukunya hingga tampak jelas luka yang terdapat diwajahnya.[16] Oleh kerena itu, sebaiknya kita tidak menggunjing saudara kita,
terlebih menggunjing saudara kita dengan meng-upload berita hoax
yang belum jelas kebenarannya manganai dirinya.
3. Terpecahnya suatu kelompok
Semakin banyak orang yang meng-upload
berita hoax, maka besar kemungkinan untuk terpecahnya umat ini. Karena
berita hoax sangat berkemungkinan didalamnya terdapat berita yang belum
jelas kebenarannya. Sehingga berita yang disebarkan tersebut mengakibatkan
terjadinya perselisihan dan pertentangan antara umat Islam. Padahal Allah telah
melarang kita untuk saling bertentangan karena mengakibatkan kelompok tersebut
saling bercerai berai. Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ
جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ
إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
ni'mat Allah, orang-orang yang bersaudara. dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”(QS.
Al-Imron: 103)
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya
Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk bersatu dalam jama’ah dan melarang untuk
bercerai-berai.[17]
Dan Allah Ta’ala juga memberikan peringatan kepada kita agar tidak saling
bertentangan dan bercerai berai, karena barangsiapa yang saling bertentangan
dan bercerai-berai akan mendapat adzab dan siksa yang berat. Allah Ta’ala
berfirman:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ
تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ
لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat
siksa yang berat.” (QS. Al-Imron: 105)
Ayat diatas menjelaskan bahwasanya
kita tidak boleh saling bercerai-berai terutama dalam masalah aqidah. Dan
barangsiapa yang saling bercerai berai, maka ia akan mendapatkan adzab dan
siksa yang berat.[18]
4. Tersebarnya fitnah
Dampak negatif berikutnya dari
berita hoax adalah tersebarnya isu-isu atau berita yang belum jelas
kebenarannya (fitnah), sehingga hal ini menimbulkan kemudhoratan yanng besar
bagi yang difitnah. Allah Ta’ala juga telah melarang hamba-Nya untuk
menyebarkan fitnah atas saudaranya, Allah Ta’ala juga telah memberikan
peringatan akan adzabnya yang pedih bagi siapa saja yang memfitnah saudaranya,
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ
الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat
keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak
mengetahui.”(QS. An-Nuur: 19)
Ayat diatas menjelaskan bahwasanya
orang-orang yang memfitnah saudaranya dengan sifat-sifat tercela, maka baginya
adzab yang pedih di dunia dan diakhirat, yakni di dunia dengan ancaman hudud
dan di akhirat dengan ancaman siksa.[19]
Dan sifat-sifat tercela disini seperti memfitnahnya telah berzina.[20]
Dan Rosulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam juga memperingatkan kita agar tidak memfitnah saudara
kita, apalagi jika sampai menyebarkan fitnah yang tersebut, beliau bersabda,
لاَ تُؤْذُوْا عِبَادَ اللهِ وَلَا
تُعَيِّرُهُمْ وَلَاتَطْلُبُوْا عَوْرَاتِهِمْ فَإٍنَّهُ مَنْ طَلَبَ عَوْرَةَ
أَخِيْهِ المُسْلِمِ طَلَبَ اللهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ فِي بَيْتِهِ
“Janganlah kalian
menyakiti hamba-hamba Allah Ta’ala dan janganlah mencela mereka. Janganlah
mencari-cari aib mereka. Sebab, barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya
sesama muslim, niscaya Allah Ta’ala akan mencari-cari aibnya dan
membongkarnya hingga sampai aib dalam rumahnya.” (HR. Imam
Ahmad) [21]
Hadits di atas menerangkan akan larangan seorang
menyakiti saudaranya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.[22] Maka
telah jelas bahwasanya memfitnah saudara berarti menyakitinya baik dengan
perkataan maupun perbuatan.
F. Hukum meng-upload berita hoax
Meng-upload berita hoax
sama halnya dengan menyebarkan berita dan isu bohong. Meng-upload
merupakan perantara seseorang melakukan kedustaan, sedangkan wasilah dihukumi
sebagaimana tujuan dilakukannya. Sebab sebagaimana termaktub dalam sebuah
kaidah:
"الوَسَائِلُ
لَهَا أَحْكَامُ المَقَاصِد"
Kaidah fiqhi diatas menunjukan bahwa
semua perantara akan dihukumi sesuai
dengan tujuan yang ia lakukan.[24]
Dari kaedah ini dapat kita ketahui bahwasanya hukum meng-upload berita hoax
adalah haram[25],
seperti yang termaktub dalam turunan kaiedah ini,
"مَا لَا
يَتِمُّ الحَرَامُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ حَرَامٌ"
“Sebuah perbuatan yang haram yang tidak mungkin dikerjakan
kecuali dengan mengerjakan sesuatu lainnya, maka sesuatu yang lainnya itupun
haram.”[26]
Berbuat dusta adalah suatu yang diharamkan sehingga hukum
meng-upload barita hoax adalah haram. Hal ini dikarenakan meng-upload
merupakan perantara kepada hal yang haram yaitu dusta.[27]
Diantara bukti akan keharaman
melakukan hoax adalah firman-Nya dan sabda nabi-Nya. Keharaman hoax
dapat kita qiyaskan pada keharaman menyebarkan berita palsu atau segala hal
yang mengandung unsur penipuan. Adapun dalil yang menunjukkan keharaman dan
akibat yang akan ditanggung penyebar berita bohong dan palsu, seperti dalam
firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Ayat di atas memerintahkan agar benar-benar
meneliti berita yang dibawa oleh orang-orang fasik dalam rangka mewaspadainya,
sehingga tidak ada seorangpun yang memberikan keputusan berdasarkan perkataan
orang fasik tersebut, di mana pada saat itu orang fasik tersebut berpredikat
sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sehingga orang memberikan
keputusan berdasarkan ucapan orang fasik itu berarti ia telah mengikutinya dari
belakang.[28]
Dan ketahuilah hal tersebut dapat menimbulkan namimah (saling adu domba),
disebabkan karena kejahilannya terhadap kebenaran berita tersebut sehingga ia
meng-upload lalu menyebarkannya kepada orang lain.[29] Padahal
Allah Ta’ala telah melarang untuk mengikuti jalan orang-orang yang berbuat
kerusakan.[30]
Sebagaimana yang kita tahu bahwa di
saat seseorang meng-upload berita hoax berarti secara otomatif ia
telah berstatus sebagai seorang pedusta yang telah terjerumus kepada dosa besar[31].
Sebagaimana sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ
وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرٌ مِثْلَهُ
وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ فَمَا زَالَ
يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
“Maukah aku kabarkan
kepada kalian tentang dosa terbesar dari dosa-dosa besar? Mereka (para sahabat)
berkata: “Tentu wahai Rosulullah.” Beliau berkata: “Berbuat syirik kepada
Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua.”Tadinya nabi dalam dalam kondisi
berbaring dan kemudian beliaupun duduk lalu berkata: “Dan perkataan dusta,
bersaksi dusta,” beliau terus mengulang-ulangnya hingga kami berkata:
“Seandainya jika beliau diam.” (HR. Bukhori)[32]
Hadits di atas menunjukkan perbedaan antara beberapa
jenis dosa besar dan beberapa kemungkinan akan kerusakan yang ditimbulkan oleh
masing-masing dosa tersebut. Maka dari itu, jelas bahwasanya diantara dosa-dosa
besar yang disebutkan dalam hadits di atas salah satunya adalah dusta. Karena jika seseorang melakukan
dusta, atau sama halnya meng-upload berita hoax, maka akan banyak
kerusakan yang terjadi, akibat berita hoax tersebut.[33]
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita ambil
kesimpulan, bahwasanya hukum meng-upload berita hoax adalah
haram, dan orang yang meng-upload berita hoax dikategorikan
sebagai pendusta yang sedang terjerumus ke dalam dosa besar.
B. Saran
Setelah kita mengetahui akan
keharaman meng-upload berita hoax, setidaknya kita senantiasa
berhati-hati dan selalu bertabayun dikala mendapatkan informasi yang belum
jelas kebenarannya. Pastikan berita tersebut jelas kebenarannya dan bukan
termasuk berita hoax sebelum meng-uploadnya.
[1] Oxford Learner’s Pocket Dictionary, Edisi
ke-4, (New York: Oxford University Press: 2011) cet, ke-4, hlm. 487
[2] https://en.wikipedia.org/wiki/Hoax, diakses pada 25 Feb. 17, jam
0:15 WIB
[3] Robert Nares, A>M., F.R.S., F.A.S., A
Glossary; or Collection of Words, Phrases, Names, and Allusions to Costums,
Proverbs, &c. Which Have Been Thought to Require Illustration In The Works
of English Authors, Particulary Shakespeare, (London: James Moyga, Greville
Street, 1822) Hal: 235
[4] https://www.merriam-webster.com/dictionary/hocus?show=0&t=1288021817,
diakses pada 23 Feb. 17, jam 21:10 WIB
[5] https://en.wikipedia.org/wiki/Hoax, diakses pada 23 Feb. 17, jam
21:10 WIB
[6] Ibid
[7] https://en.wikipedia.org/wiki/Tedworth_House,
diakses pada 23 Feb. 17, jam 21:10 WIB
[9] Al-Imam Al-Bukhori, Shohih Al-Bukhori,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al- Ilmiayah, 2014), jild. 1, hlm. 364, Kitab Zakat, Bab
La Yasaluna An-Nasa Ilhafa, no. Hadits 1477
[10] https://amintea2.wordpress.com/2010/10/14/hoax-dan-ciri-ciri-nya/,
diakses: Sabtu, 24 february 2017, jam:
19:47
[11]https://www.kaskus.co.id/thread/52dbde4020cb175d0e8b4803/ciri-ciri-hoax-perlu-baca-agar-tidak-gampang-dibodohi/,
diakses: Sabtu, 24 february 2017, jam:
19:47
[12] Imam Muslim bin Al-Hajjaj, Shohih Muslim,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2011),
jild. 1, hlm. 93, Kitab Al-Iman, Bab Tahrim Al-Kibri wa Bayanihi, no.
Hadits 91
[13] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan
Abu Ihsab Al-Atsari, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 9, hlm.
118
[14] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan
Abu Ihsab Al-Atsari, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 9, hlm.
121
[15] Abu Daud As-Sijistani, Sunan Abi Daud,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2015),
hlm. 765, Kitab Al-Adab, Bab Man Radda ‘an Muslimin Ghibatan, no. Hadits
4878
[16]
Abi At-Thoyyib Muhammad Syamsyul Haqqi
Al-‘Adzim Abadi, ‘Aunul Ma’bud Syarhu Sunan Abi Daud, (Kairo: Dar
Al-Hadits, 2001), jild. 8, hlm. 240
[17] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan
Abu Ihsab Al-Atsari, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 2, hlm.
132
[18] Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Fathul
Qodhir, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2003), jild. 1, hlm. 301
[19] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan
Abu Ihsab Al-Atsari, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 6, hlm.
344
[20]
Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar Asy-Suyuthi, Ad-Durru Al-Mansur
fi At-Tafsir Al-Ma’tsur, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2004), Jild. 5,
hlm. 92
[21]
Muhammad ‘Abdul Qadir ‘Ata, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2008),
jild. 9, hlm.237, no. Hadits 23042
[22]
Ahmad bin Rajab bin Al-Hasan Al-Hambali, Jami’
Al-‘Ulum Wal Al-Hikam FI Syrh Khomsin Haditsan min Jawami’ Al-Kalam,
(t.k.: Dar As-Salam, 2004), jild. 3, hlm. 999
[23] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Al-Qowaidh
Al-Fiqhiyah, terj. As-Shodiq, (Gresik: Yayasan Al-Furqon Al-Islami, 2016),
hlm. 323
[24] Ibid
[25] Ibid, hlm. 324
[26] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Al-Qowaidh
Al-Fiqhiyah, terj. As-Shodiq, (Gresik: Yayasan Al-Furqon Al-Islami, 2016),
hlm. 324
[27]
Ibid
[28]
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir
Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan Abu Ihsab Al-Atsari,
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 9, hlm. 107
[29] Muhammad Abdul Latif bin Al-Khotiib, Awdhohu
At-Tafsir, (t.k: Cetakan Mesir dan Maktabahnya, 1964), hlm. 634
[30]
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir
Ibnu Katsir, terj. Muhammad Abdul Ghoffar dan Abu Ihsab Al-Atsari,
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), jild. 9, hlm. 107
[31] Syamsuddin
Muhammad bib Utsman bin Qaimaz At-Turkmaniy Al-Fariqy Ad-Dimasqiy Asy-Syafi’i,
Al-Kabair, terj. Abu Zufan Imtihan Asy-Syafi’i, (Solo: Pustaka Arafah, 2007),
hlm. 205
[32] Al-Imam Al-Bukhori, Shohih Al-Bukhori,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al- Ilmiayah, 2014), jild. 4, hlm. 155, Kitab Isti’dzan,
Bab Man It-Taka’a Baina Yadai Ash-Habihi no. Hadits 6273-6274
[33]
Salim bin ‘id Al-Hilali, Bahjatu
An-Nadzirin Syarhu Riyadhi Ash-Sholihin, (Arab Saudi: Dar Ibnu Juzy, 1425),
jild. 1, hlm. 408
0 komentar:
Posting Komentar